Thursday, March 13, 2014

Lalu Membisu



Rindu itu selalu. 
Jatuh juga terkadang perlu, supaya ingat apa yang sudah berlalu.

Bicara tentang kemarin sepertinya aku sudah lupa rasanya kemarin. Ingin mengulang kemarin. Kemarin-ku dan hari-ini-ku sudah layaknya dua medan magnet yang saling berlawanan. Sudah sangat berkebalikan. Bahkan sudah seperti dua arah proyeksi bearing yang sama-sama berawal dari utara tapi melalui jalan yang berbeda. Dari sini aku mulai percaya bahwa hidup memang beroda atau hidup itu roda dan kita tumpangannya, lalu siapa pengendaranya? Menurutku pengendaranya adalah kisah. Kisah apa saja, dimana saja, bagaimana saja, terserah....

Sudah lebih setahun yang lalu terakhir aku benar-benar merasa apa yang orang sering sebut utuh. Aku sudah tahu bahwa manusia sukar merasa cukup, puas apalagi utuh. Aku yag dulu memang ber-utuh tinggi, utuh-ku dulu sudah sempat menyinggung batas atas kuantitas puas horizontal spesiesku. Tapi kali ini berbeda, sederhana, tapi sesederhana itu yang malah membuatku bercela lebih besar dari aku yang dulu.

Aku rindu, ingin ketemu, bicara, cerita, bahkan memeluk. Langit-ku yang dulu. Tidak pernah kelabu. Selalu terima apapun yang aku bekaskan di ufuknya. Sungguh langit yang istimewa, apa saja tetap indah. Baik itu jingga senja saat aku sedang gembira, gemilang bulan yang hampir redup saat aku gundah ataupun kumulonimbus saat aku murka. Sayang, dia, langit-ku sudah tak pernah datang di hari-hari-ku. Sudah tersapu hujan disertai gemuruh yang membuat langit-ku lupa cara membentang di atas ubun-ubunku. Sejuta langit untuk mengganti pun, tidak akan sama. Secerah apa-pun, seteduh apa-pun tidak akan membuatku merasa. Aku tetap rindu langit-ku. Tapi aku hargai langit sore yang datang senja lalu untuk membiaskan sinar sedih-ku. Hanya saja tak semudah itu tumpangan rapuh sepertiku meng-iya-kan hadir yang baru.

...entah berapa sore lagi harus aku lewati untuk benar-benar membungkus kemarin-ku yang beroda utuh dan mulai memutar roda hari-ini-ku. Entah sampai dimana nanti, entah bagaimana nanti, aku hanya berharap pembuat kisahku tahu aku lupa rasanya utuh, ingin memperbaiki roda-ku dan rindu langit-ku.
Hanya rindu Langit-ku. Ibu

No comments: