Pemimpin dan Secangkir Kopi
Oleh Rahmat
Arif Febriyanto
Resep Seduhan
Secangkir Kopi
Bicara mengenai kopi, sudah berapa gelas kopi yang pernah kita nikmati?
Apakah setiap cangkirnya beraroma sama? Tentu saja tidak. Setiap seduhan kopi
memiliki cita rasanya sendiri, tergantung dari tangan sang barista, selera penikmat,
hingga takaran kopi, gula atau cream
yang tertera dalam resep. Sama halnya dengan kisah kopi yang berawal dari dapur
racikan, manusia juga berawal dari takdir tuhan yang sudah jauh-jauh hari
ditulis dan ditentukan.
Sampai akhirnya mulai bernafas di dunia, manusia juga seperti secangkir
kopi yang tujuannya adalah cita rasa dalam mulut. Manusia lahir untuk sebuah
karena; tugas, tanggung jawab, hak, kekurangan dan keistimewaan. Sering juga kita
dengar pepatah lama yang mengatakan bahwa manusia terlahir sebagai seorang
pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri. Memang benar. Masih sama seperti kopi
yang memiliki cangkir untuk porsinya, manusia juga memiliki porsinya untuk
memimpin. Porsi ini sebenarnya adalah diri manusia itu sendiri. Manusia
memiliki takaran kopi, gula atau cream-nya
masing-masing yang sering disebut karakter. Karakter inilah yang membantu
manusia untuk menjalankan porsi kepemimpinannya menuju keberhasilan dan
benar-benar menjadi cangkir yang mampu mengantarkan seduhan kopi untuk dihidangkan
sampai dinikmati.
Intervensi Gula
terhadap Kopi atau Sebaliknya
Manusia
memang mirip dengan seduhan kopi yang biasa kita nikmati dirumah. Ada kopi, ada
gula. Kopinya pahit, gulanya manis. Bisa
bayangkan jika kita menyeduh kopi saja atau menyeduh gula saja? Akan menjadi terlau
pahit atau terlalu manis, karena itulah keduanya diseduh secara bersamaan agar
saling mengimbangi, melengkapi dan berbagi. Begitu pula sifat dasar manusia,
ada yang kurang sehingga menimbulkan rasa pahit dan ada yang lebih sehingga
memunculkan rasa manis. Memang lebih-kurang itu biasa dan sebenarnya semua
manusia istimewa, namun sayangnya tidak jarang dari kita yang masih tidak sadar
bahwa kita istimewa. Coba saja, kita kadang mengeluh, merasa tidak beruntung,
bahkan kadang mengutuk diri sendiri hanya untuk hal yang belum bisa kita lakukan. Pemimpin juga begitu. Punya kopi dan gula
dalam cangkirnya yang jika tidak diseduh dengan baik akan terlalu pahit atau
manis. Pemimpin memang butuh seduhan itu. Aspek-aspek kepemimpinan dalam diri
seorang pemimpin perlu diseimbangkan. Pemimpin harus mampu membuat kekurangan
dalam dirinya sebagai tantangan untuk ditklukkan bukan malah menjadi hal yang
menghalangi kepemimpinannya. Sebaliknya juga begitu, pemimpin harus menggunakan
kelebihannya sebagai kekuatan untuk memimpin dengan baik bukan malah membuatnya
semakin mendongak kelangit dan menyombong. Baru setelah seorang pemimpin
mengenal dirinya, mengetauhi lebih dan kurangnya, pemimpin mulai merangkul
masyarakatnya dan menyeimbangkan lingkungannya pula.
Kopi
juga memiliki tren yang diciptakan oleh zamannya. Kopi dari masa ke masa sudah
pasti berbeda. Jika dari zaman nenek-kakek kita dulu cuman tertera kopi, gula
dan air hangat dalam resep, kopi “hari ini” sudah mengenal cream. Cream yang
memunculkan aroma, rasa, serta sensasi berbeda. Begitu pula pemimpin. Dari masa
ke masa, pemimpin harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, baik
itu progress maupun regress.
Perkembangan zaman beserta segala atributnya tentu menjadi tantangan untuk
setiap pemimpin dan seorang pemimpin harus memiliki strategi, nilai, serta
karakter yang kuat untuk menghadapinya. Seorang pemimpin harus mampu
memproyeksikan dirinya untuk perkembangan zaman yang semakin maju (progress),
zaman yang menuntut seorang pemimpi cerdas. Pemimpin yang haus akan
pengetahuan, berjiwa sosial tinggi, menjadi panutan dan visioner atau mampu
membangun bangsanya menjadi bangsa yang maju dan sejahtera bukan hanya untuk
hari ini atau besok tapi juga untuk 5-10 tahun kedepan.
Seorang pemimpin juga harus tahan banting dengan kemunduran zaman di masa
serba modern ini. Memang aneh jika diingat bahwa kita tinggal di masa yang sudah canggih tapi masih banyak
celah yang membuat zaman ini mundur (regress), tapi inilah adanya. Kemunduran
yang akan banyak menantang seorang pemimpin di kemunduran zaman dalam masa yang
maju ini adalah krisis moral dan kemrosotan karakter bangsa. Selayaknya
secangkir kopi hangat yang terlalu banyak kopi. Terlalu pahit dan hitam untuk
dinikmati. Memang seorang pemimpin akan mendapatkan kemudahan akses informasi
dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas diri, namun yang kurang adalah
akses mempertahankan karakter pemimpin bangsa, pemimpin yang adil, jujur,
teladan, dan mengayomi. Nantinya tangan-tangan pahit itu akan muncul umumnya
akan berlabel rupiah atau kursi kekuasaan. Money
politics dan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) akan mencoba keteguhan
kualitas seorang pemimpin. Tentu saja seorang pemimpin yang baik tidak akan
mengikuti arus kemunduran zaman namun mendorong masyarakatnya menuju kemajuan
zaman.
Gula dan kopi memang tidak terpisahkan dalam secnagkir kopi. Begitu pula
kelebihan dan kekurangan manusia dalam diri seorang pemimpin. Dua sendok makan
kopi bubuk dengan satu sendok gula pasir akan terasa pas untuk sebagian penikmat
kopi. Disisi lain, sebagian lainnya
merasa ada perlu yang ditambah atau dikurangi. Begitulah manusia, berbeda satu
sama lain itu wajar dan tidak pernah puas itu manusiawi. Begitu pula para
pemimpin. Berbeda-beda tapi memiliki satu tujuan yaitu memimpin. Memimpin
dengan sendokan-sendokan kekurangan dan kelebihannya sebagai manusia dan
mewadahi itu menjadi jiwanya, jiwa memimpin dan juga harus mau jika dipimpin
(diberi nasihat, kritik dan saran). Tidak terlalu banyak hingga kepemimpinannya
meluber atau terlalu sedikit hingga kepemimpinannya begitu lemah. Cukup menjadi
pemimpin yang dibutuhkan oleh masyaratakatnya, pemimpin yang mengerti
lingkungannya, dan pemimpin yang tidak lupa esensi memimpin dan jati dirinya.
Pemimpin dan Secangkir
Kopi di Sore Hari
Kopi dengan
takdirnya untuk dinikmati. Manusia dengan takdirnya untuk memimpin. Setiap kopi berbeda dengan cita rasanya tapi
tmemiliki tugas yang sama, menciptakan aroma dalam selera. Setiap pemimpin juga
berbeda dengan kepribadiannya tapi memiliki tugas yang sama, menciptakan
lingkungan yang sejahtera.
Tidak perlu menjadi pemimpin yang sama dengan oemimpin ini atau itu, tapi mari menjadi calon-calon pemimpin yang nguwongke, memanusiakan-manusia. Tidak hanya pusing dengan kurang diri-sendiri, tidak hanya bingung dengan kepentingannya sendiri, tapi juga memikirkan orang lain dan bersama-sama membangun masa depan yang bahagia dan indah, seindah sore hari dengan hiasan-hiasan optimisme dan keyakinan.
Jika memang secangkir kopi di sore hari itu nikmat, begitu pula kita, mari bersama-sama mempersiapkan diri sebagai pemimpin masa depan untuk masyarakat yang bermartabat.
Tidak perlu menjadi pemimpin yang sama dengan oemimpin ini atau itu, tapi mari menjadi calon-calon pemimpin yang nguwongke, memanusiakan-manusia. Tidak hanya pusing dengan kurang diri-sendiri, tidak hanya bingung dengan kepentingannya sendiri, tapi juga memikirkan orang lain dan bersama-sama membangun masa depan yang bahagia dan indah, seindah sore hari dengan hiasan-hiasan optimisme dan keyakinan.
Jika memang secangkir kopi di sore hari itu nikmat, begitu pula kita, mari bersama-sama mempersiapkan diri sebagai pemimpin masa depan untuk masyarakat yang bermartabat.
No comments:
Post a Comment